Kamis, 18 Februari 2010

Jenis Species Cucak Rawa Berdasarkan Wiki




Status konservasi
Rentan

Klasifikasi ilmiah


Kerajaan: Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Aves
Ordo : Passeriformes
Famili : Pycnonotidae
Genus : Pycnonotus
Spesies : P. zeylanicus
Nama binomial : Pycnonotus zeylanicus
(Gmelin, 1789)

Label:

Perbedaan Cucak Rawa Jantan Dan Betina





JANTAN


Bentuk kepala bulat,bagian dahi agak menonjol,dan setelah dewasa ada belahan bulu di kepalanya.
Bulu ekornya tampak panjang
Bulu leher depan di bawah dagu berwarna putih bersih
Bulu punggung dan sayap berwarna coklat ke abu-abuan dengan garis garis panjang berwarna putih
Bunyi kicauan nya sangat keras dan nyaring
Penampilannya sangat lincah dan energik
Supit udang ekornya rapat dan keras
Sosok tubuh nya besar

Betina

Bentuk kepala agak pipih,dan setelah dewasa tidak terdapat belahan bulu pada kepalanya.
Bulu ekornya tampak agak pendek
Bulu leher depan dibawah dagu berwarna butih ke abu-abuan
Bulu punggung dan sayap berwarna coklat ke kuning kuningan dengan garis garis pendek berwarna putih
Bunyi kicauan nya tidak begitu keras dan cukup nyaring
Penampilannya agak lamban
Supit udang ekornya renggang dan agak lemas
Sosok tubuh nya agak lebih kecil

Label:

Memilih Indukan Cucak Rawa


Memilih Bakalan Cucakrawa




Untuk memilih bakalan cucakrawa yang baik diperlukan beberapa kriteria :


1.Bentuk kepala agak bulat dan besar,dahi menonjol,

2.Paruh panjang,tebal dan kuat,

3.Lubang hidung tidak lebar.terlihat kecil karena tertutup bulu hidung,

4.Leher panjang dan pangkal leher agak mengembung,

5.Dada bidang dan punggung agak bongkok,

6.Bulu ekor panjang dan mengumpul,makin ke ujung makin runcing dan mengecil

7.Bulu sayap panjang,bulu dada lembut dan tampak mengkilat,

8.Tulang paha kiri dan kanan agak merapat,

9.Jari kaki kuat dan panjang,cengkraman nya sempurna,

10.Badan berukuran besar dan panjang.

Penangkaran Cucak rawa


Penangkaran Cucakrawa


Saat ini beberapa klub burung kicauan di Indonesia mulai merasakan susahnya mencari bakalan cucakrawa yang mempunyai suara berkualitas. Padahal dengan melakukan penangkaran, kesulitan itu akan teratasi. Selain itu cucakrawa juga lebih mudah untuk dibentuk suaranya sesuai keinginan pemiliknya. Berdasarkan survei Burung Indonesia dan The Nielsen, sebanyak 58,5% dari jumlah burung kicauan adalah tangkapan alam. Dan setiap tahun jumlah tersebut akan terus meningkat. Tak pelak lama kelamaan burung yang ada di alam ini bakal terancam keberadaannya.

Pada akhirnya, hobi memelihara burung kicauan ini pun tidak bertahan lama. Pastinya, hal ini tidak diinginkan para penggemar burung kicauan yang memelihara untuk sekadar hobi ataupun disertakan dalam lomba.

Tidak Banyak Penangkar

Salah satu cara agar hobi ini tetap bisa berlanjut, maka penangkaran harus dilakukan, tak terkecuali burung cucakrawa (Pynonotus zeylanicus atau straw-headed bulbul). “Dengan penangkaran, cucakrawa yang ada di alam tidak akan terkuras habis,”
Cucakrawa tergolong burung yang keberadaannya di alam tinggal sedikit. Memang tidak banyak yang mau melakukan penangkaran burung-burung untuk lomba karena ada anggapan menangkarkan cucakrawa sulit dan merepotkan. Memang awalnya sulit, tapi kalau kita selalu belajar, kendala itu akan bisa kita hadapi.

Dengan melakukan penangkaran tidak saja memberikan dampak pada penambahan stok cucakrawa juga memberikan nilai ekonomis.Penangkaran cucakrawa ini sangat menjanjikan untuk menjadi lahan bisnis.Disamping itu para penangkar akan memberi peluang usaha kepada pencari jangkrik, penjual pakan, dan penjual sangkarnya.

Memberi Nilai Ekonomis

Sulitnya hobiis mencari cucakrawa di pasaran menjadi peluang bisnis bagi penyedia cucakrawa bakalan. Burung bakalan lebih banyak dipilih hobiis karena lebih mudah dibentuk suaranya. “Keuntungan lain adalah burung lebih akrab dengan manusia atau tidak liar.

Cucakrawa hasil penangkaran akan menghasilkan suara kicauan yang lebih indah. Burung juga lebih mudah dilatih sehingga suaranya bisa disesuaikan dengan keinginan pemiliknya. Bahkan saat disertakan lomba,burung hasil penangkaran tidak gampang stres menghadapi lingkungan yang baru.

Sebagai perbandingan, harga burung yang pada 1978 cuma Rp25.000 per pasang, kini melambung sampai Rp 4 juta—Rp 5 juta. Sedangkan untuk piyik cucakrawa Rp 4 juta perpasang.Melalui teknik pembiakan yang bagus,setiap induk bisa menghasilkan sepasang piyik seiap bulannya.

Sebuah bisnis yang menjanjikan bukan ??

Label:

Harga Anakan Cucak Rawa


Cucakrawa, Piyiknya Laku Rp3,5 juta



Heru Sutarman, Asosiasi Penangkar Cucak Rawa (APCR) Selama ini masyarakat cuma hobi memelihara cucakrawa. Padahal, jika ditangkarkan, burung ocehan ini akan memberi pemasukan hingga puluhan juta rupiah per bulan. Seperti yang dilakukan para anggota APC. Russanti Lubis

Cucakrawa ((Latin: pycnonotus zeylanicus, red.). Burung berwarna abu-abu ini (dulu) dapat dijumpai di hampir semua pulau di Indonesia, terutama Jawa, Sumatra, dan Kalimantan. Meski, kegemaran memelihara unggas ini untuk pertama kalinya timbul di Jawa, terutama di kalangan raja-rajanya. Selain itu, masyarakat Jawa pulalah yang menamainya cucakrawa (Jawa: cucak = burung dan rawa = rawa, red.), mengingat habitat aslinya di rawa-rawa. Sayang, burung penyanyi ini kini hanya dapat dijumpai di hutan-hutan di Kalimantan Utara (wilayah perbatasan Indonesia−Malaysia, red.). Itu pun dalam jumlah yang sudah sangat sedikit.

Berkaitan dengan itulah, Heru Sutarman dan rekan-rekannya yang tergabung dalam Asosiasi Penangkar Cucak Rawa (APCR) melakukan penangkaran, yang arahnya ke konservasi, di samping bisnis. “Sebab, bila dibandingkan dengan burung-burung lain, cucakrawa tidak cuma memiliki bulu-bulu yang indah dan suara yang merdu, tetapi juga memunyai nilai ekonomi yang tinggi, mengingat populasinya semakin langka,” ujar Heru APCR, begitu kalangan dekatnya menjulukinya.

Memang, sampai sekarang belum ada data akurat yang menerangkan berapa jumlah burung yang di Sumatra dinamai beru-beru ini. Tapi, dilihat dari market-nya, seperti yang terlihat di Pasar Burung Pramuka, Jakarta Timur, yang merupakan pasar burung terbesar se-Asia Tenggara, tidak setiap kios menyediakan atau menjual cucakrawa. “Mungkin hanya sekitar lima atau enam kios dari puluhan kios yang ada, yang menjual cucakrawa. Itu pun hanya beberapa ekor,” kata mantan supervisor pada sebuah bank asing itu.

Di pasar, ia melanjutkan, burung yang diperjualbelikan secara legal ini dijual dengan harga Rp3 juta/ekor, baik jantan maupun betina. “Inilah satu lagi kelebihan cucakrawa yaitu jantan dan betina mengeluarkan bunyi atau suara. Sehingga, kita tidak akan merugi melakukan penangkaran,” ujar Heru yang memulai penangkaran ini pada tahun 2005.

Cucak Rawa Farm

Cucak Rawa


Cucak rawa
adalah sejenis burung pengicau dari suku Pycnonotidae. Burung ini juga dikenal umum sebagai cucakrawa (dalam bahasa Jawa dilafazkan sebagai , cangkurawah (Sunda), dan barau-barau (Melayu). Dalam bahasa Inggris disebut Straw-headed Bulbul, mengacu pada warna kepalanya yang kuning-jerami pucat. Nama ilmiahnya adalah Pycnonotus zeylanicus (Gmelin, 1789).

Pemerian

Burung yang berukuran sedang, panjang tubuh total (diukur dari ujung paruh hingga ujung ekor) sekitar 28 cm.

Mahkota (sisi atas kepala) dan penutup telinga berwarna jingga- atau kuning-jerami pucat; setrip malar di sisi dagu dan garis kekang yang melintasi mata berwarna hitam. Punggung coklat zaitun bercoret-coret putih, sayap dan ekor kehijauan atau hijau coklat-zaitun. Dagu dan tenggorokan putih atau keputihan; leher dan dada abu-abu bercoret putih; perut abu-abu, dan pantat kuning.

Iris mata berwarna kemerahan, paruh hitam, dan kaki coklat gelap.

Kebiasaan dan Penyebaran

Seperti namanya, cucak rawa biasa ditemukan di paya-paya dan rawa-rawa di sekitar sungai, atau di tepi hutan. Sering bersembunyi di balik dedaunan dan hanya terdengar suaranya yang khas.

Suara lebih berat dan lebih keras dari umumnya cucak dan merbah. Siulan jernih, jelas, berirama baku yang merdu. Kerap kali terdengar bersahut-sahutan.

Di alam, burung ini memangsa aneka serangga, siput air, dan berbagai buah-buahan yang lunak seperti buah jenis-jenis beringin.

Menyebar di dataran rendah dan perbukitan di Semenanjung Malaya, Sumatra (termasuk Nias), Kalimantan, dan Jawa bagian barat. Di Jawa Barat terdapat sampai ketinggian 800 m dpl., namun kini sudah sangat jarang akibat perburuan.

Konservasi

Merupakan salah satu burung yang sangat digemari orang sebagai burung peliharaan, karena kicauannya yang merdu. Di Jawa, burung ini sudah sangat jauh menyusut populasinya karena perburuan yang ramai sejak tahun '80an.

Burung-burung yang diperdagangkan di Jawa kebanyakan didatangkan dari Sumatra dan Kalimantan. Kini di banyak bagian Pulau Sumatra (misalnya di Jambi, di sepanjang Batang Bungo) pun populasinya terus menyurut. Collar dkk. (1994, dalam MacKinnon dkk. 2000) menggolongkan populasi cucak rawa ke dalam status rentan. Demikian pula IUCN menyatakan bahwa burung ini berstatus Rentan (VU, Vulnerable). Uraian status konservasi yang lebih rinci dapat dilihat pada situs IUCN di bawah.

Jika tidak ada langkah penyelamatan yang lebih baik dari sekarang, barangkali beberapa tahun ke depan burung ini hanya tinggal kenangan; tinggal disebut-sebut dalam nyanyian seperti dalam lagu Manuk Cucakrowo di Jawa.

Label: